Mungkin ini sudah tidak up
to date untuk dibahas, soalnya tayangan ini sudah lama diputar di stasiun
tivi. Kira-kira tiga minggu yang lalu. Tapi saya pura-pura nggak peduli tentang
up to date atau enggaknya. Well, oke
saya tetap akan keukeuh cerita deh. Ingat, saya kan tukang ngeyel. Hehehe….
Pernah melihat acara yang diproduseri Uya Kuya ? Reality
show yang menampilkan kehebatannya menghinoptis orang-orang yang ditemuinya. Mulai
sekarang, ati-ati deh kalau jalan-jalan terus ketemu bapak ini. Bisa-bisa rahasia
terdalam kita terkuak dan disaksikan umat manusia setanah air. Kalau siap sih
nggak papa. Toh sebelum acara ini ditayangkan, selalu ada persetujuan dari
pihak-pihak yang terlibat. Jika korban yang dihipnotis tidak setuju dirinya
jadi bahan tertawaan atau sasaran belas kasihan orang banyak, bisa dibatalkan
untuk ditayangkan kok. Batal terkenal juga dong. Hayo…mau terkenal atau aibnya
terbuka ?
Saya tidak akan mengupas tentang acara itu dari sisi KPI. Saya
ingin membahas tayangan ini dari sudut pandang saya sendiri sebagai seorang
pemirsa yang berhak mempelajari sesuatu dari apa-apa yang ditontonnya. Jadi, Om
Uya Kuya boleh berbangga karena salah satu acaranya mampu mencerahkan saya.
Di episode yang saya tonton untuk pertama kalinya itu,
terlihat Uya bertemu dengan seorang ibu dengan bocah kecil di gendongannya.
Sepertinya mereka bertemu di salah satu jembatan penyebrangan ibu kota, entah
tepatnya dimana saya tidak tahu. Dialog yang melekat kuat dalam ingatan saya
sewaktu Uya bertemu dengan ibu itu, kurang lebih seperti ini :
Uya : Ibu ngapain di sini ?
Ibu : Mengemis
Uya : Ibu sudah makan ?
Ibu : Belum
Uya : Ibu tinggal dimana ?
Ibu : (Saya lupa jawabannya, kok sepertinya kolong jembatan ya…ada yang tahu ?)
Kuya : Ini anak ibu ?
Ibu : Iya
Kuya : Kenapa ibu mengemis ?
Ibu : Terpaksa, suami saya nggak kerja.
Itu dialog sebelum Uya menghinoptis ibu yang kira-kira
berumur empat puluh tahunan itu. Mari kita dengar (apa baca ya) dialog setelah
terjadi penghipnotisan terhadap ibu, yang kata saya kok ya sedang apes itu.
Uya : Ibu ngapain di sini ?
Ibu : Mengemis
Uya : Ibu sudah makan ?
Ibu : Tadi sih sudah
Uya : Ibu tinggal dimana ?
Ibu : Di dekat-dekat sini.
Uya : Ini anak ibu ?
Ibu : Bukan, ini nyewa. Seharinya 20 ribu.
Uya : Busyet deh…20 ribu, mahal juga. Ibu kenapa nyewa anak ?
Ibu : Biar dikasihani, kalo ada anak kecil kan banyak yang kasihan
Uya : *melongo, sama kayak saya*
Uya: Ibu kenapa mengemis ?
Ibu : Iseng aja. Habis enak sih, dapat duit banyak. Nggak usah capek-capek kerja.
Uya: *melongo lagi*
Uya: emangberapa penghasilannya ?
Ibu: ya…sebulan sih bisa sampai 4 juta, kadang kalo lagi rame bisa 8 juta.
Uya: *nelen ludah*
Uya: apa gua ngemis aja yak. Hahahha. Loh emangnya suami ibu dimana ?
Ibu: ada, di rumah.
Uya: ibu punya rumah ?
Ibu: punya, rumah saya yang di kampung malah gedongan.
Eits…..gemes dengarnya ? Saya juga. Kenapa sih, ibu itu
nggak malu menengadahkan tangan dan meminta pada orang-orang yang melintas di
depannya. Rasa malunya dimana ? Mungkin rasa malunya sudah tergerus kemalasan
untuk bekerja keras tapi pengen hidup enak.
Satu hal yang saya catat adalah, orang-orang seperti itu
tidak akan pernah merasa kaya. Sebab hatinya terlalu sempit untuk memaknai arti
kaya yang sesungguhnya. Masih mending seorang janda yang saya kenal, yang
rumahnya pantas diikut sertakan dalam bedah rumah, tapi nggak pernah menengadahkan
tangan dan menjual ekspresi memelasnya demi mendapatkan uang dengan mudah. Ibu
janda itu, usianya nyaris enam puluh tahun, tetapi masih kuat memanggul
dagangan keliling dari satu gang ke gang yang lain. Bahkan tak jarang saya
diberikan gratisan kue bikinannya yang enak.
Bagi saya, ibu janda lebih kaya
dibandingkan ibu pengemis.
21 komentar: on "Merasa Kaya"
keren juga! kali itu Uya Kuya emang tepat dalam emilih korban. pernah sekali aku lihat acara itu, Uya menghipnotis seorang bapak. ditanyai macam-macam si bapak jujur kalo punya pacar lain di luar sana yang lebih cantik dan lebih muda dari istrinya. padahal tuh istrinya ada di sebelahnya.
ketika si bapak jujur cerita, penonton bertepuk tangan dan tertawa. sementara sang istri tersenyum kecut. aduuuh, bisa kebayang gak sih, sakitnya kaya apa? malunya kaya apa???
balik lagi ke episode yang pengemis ini, well. uya kuya berhasil membuktikan sesuatu. bahwa pengemis belum tentu miskin. huh, kurang ajar bener yaa...
makanya, aku paling sebel sama pengemis. terutama yang masih muda-muda...
Kita jadi tahu ya hasil hipnotisnya uya kuya,ternyata benar atas perkiraan sebagian masyarakat ,bahwa anak kecil yg dijadiin modal utamanya itu hasi sewaan,tapi anak siapa itu kok tega orangtuanya ya ?
Btw,Awardnya sudah saya pasang mba...
@ Elsa :
Saya pernah diceritain sama temen yang episode bapak itu, kasian bener ya istrinya. tapi, at least dia tahu akhirnya.
iya, pengemis itu kadang bukan karena benar-benar miskin, tapi karen males aja.
@Ateh75 :
Teh, kok saya nggak bisa ke blognya teteh ya ? katanya izin ditolak. kenapa ya ?
Hoho, memang benar, itu kurang ajar juga orang tua yang menjadikan anaknya komoditas.
kisah yang menarik sahabat persoalannya bukan mencaci tetapi memberi mereka solusi
wah, kalah dong sama penghasilan si ibu itu.hehe heehe
sebenernya kadang aku bingung nih mbak... acara ini beneran apa kayak reality show kebanyakan yang cuma pura2 doang ya?
bener deh, aku bingung
Munir Ardi :
wah...bener juga ya pak. sekedar sharing, temen saya pernah menawarkan pekerjaan yang layak untuk ibu-ibu pengemis. tapi ditolak mentah-mentah karena ibu itu bilang mengemis lebih gampang, nggak capek.
well, okelah saya mungkin tidak boleh mengeneralkan pengemis.
hem...kalau cari solusi, kira-kira apa dong ya ?
Sang Cerpenis bercerita :
iya mbak...kalah. tapi yang penting harga diri nggak kalah
anindyarahadi ;
bingung juga nin, judulnya reality show tapi kok pake skenario ya. tapi yang uya kuya itu kelihatannya beneran deh ya
Hai hai hai...apa kabar nih????????
senyum-senyum sendiri
waaaahhhh.... satu lagi korban... hehehehe....
acara Uya Kuya itu semua si casting mba... Supaya menarik perhatian orang yang nonton... yah biar menarik opini dan semakin dibicarakan gitu... hehehehe
abis di mana2 yang lebih laku dijual ya begitu2an kan.... hehehehehe
tapi nggak papa, buat aku lumayan menghibur kok acara itu....
ya ampun. ternyata pengemis itu banyak yang berkedok juga ya. jadi males mo ngasi lagi deh..
Aku gak percaya pengemis ibu-ibu yang bawa anak udah lama banget gara-gara mergokin lagi maki "anaknya" yang nangis mulu..trus pulang pakai taksi gile bener...
hehehe
parah kali bah!!
dah ngemis
nyewa anak
dah gitu malas pulak kerja susah
ck ck ck
ibunya begini
begimane anaknya??
:D
yah,, begitulah keadaan sekarang
karena nggak ada kerjaan n iseng
terpaksa dech menjual tampang dengan mengemis
tp lumayan gede juga yah hasilnya
hahahaha
Kalah dalam hal kekayaan gak masalah
asalkan kita gak kalah dalam hal harga diri dan rasa manusiawi
menggunakan anak sebagai alat
Ada ya reality show?
Ga bosen2 cari sensasi..
Hati saya terbuka sekarang, bahwa ada profesi baru yang lebih menjanjikan. hehe...
Tapi salut buat ibu yang satu lagi, biar sudah tua tapi masih mau berdagang keliling !
bagus kisahnya.. liza ngga nonton. hmm kejadian serupa pernah juga liat dengan mata kepala sendiri. pagi sampai ashar mengemis, lalu sore hari berpakaian indah penuh dengan perhiasan. kadang2 sempat terpikir, di mana harga diri mereka? bukankah tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah? atau ini merupakan cerminan negeri ini? entahlah
Aditya's Blogsphere :
Hai...Dit,
ivan kavalera :
jangan senyum sendiri dong, ntar ada yang ngajak ke RSJ loh...:)
ninneta ;
hah...ada castingnya ya. kira-kira saya bisa ikut casting nggak ya ? halah...
mira :
eh...mir...ini nggak bermaksdu ngomporin untuk nggak ngasih ke pengemis loh...
mamah aline :
naik taksi ? *glek*
denny :
itulah...kasian anaknya deh. bisa-bisa kerangka berpikirnya membenarkan pekerjaan mengemis.
yanuar catur rastafara :
pekerjaan sebenarnya ada loh...tapi memang susah didapat
Itik Bali :
benar yu
-Gek- :
adaaaa
Rumah Ide dan Cerita :
profesi baru yang mengandalkan ekspresi wajah...
Liza ;
begitulah mbak, miris ya ?
artikelnya bagus sekali gan
Posting Komentar
Ingin berbagi opini, atau saran, atau kritik, atau nasehat....silakan sampaikan di sini. Terima kasih atas apresiasinya. Salam hangat selalu dari Lina. Oya, untuk lebih memudahkan berkomentar, gunakan Opera ya.